Cari Blog Ini

Rabu, 13 Oktober 2010

daftar 10 Negara Termiskin di Dunia (GDP)

tingkat ekonomi dari suatu negara sangat dipengaruhi dari pendapatan perkapitanya . berikut daftar negara termiskin di dunia menurut CIA World Factbook tahun 2008:

Berikut urutan 10 besar negara termiskin di dunia dari peringkat 1 hingga ke 10 :

01. Republic of the Congo (GDP – per kapita: $300)

Gambar ini menunjukkan Kinshasa penuh dengan kontradiksi. Keindahan sinar matahari, alam, orang-orang bahagia kontras dengan kotoran di jalanan, disorganisasi, kemiskinan
Republik Kongo di Afrika Tengah adalah negara yang terakhir di bagian bawah tumpukan ekonomi. Akibat Franc merosot terjadi depresiasi mata uang, sangat tinggi tingkat inflasi pada 1994, letusan perang saudara, dan kelanjutan dari konflik bersenjata dan harga minyak merosot pada tahun 1998 semakin menjatuhkan perekonomian negara yang semakin lemah .

02. Republic of Liberia (GDP – per kapita: $500)

Republik Liberia yang terletak di pantai barat Afrika adalah salah satu dari sepuluh ekonomi termiskin di seluruh dunia. Penurunan ekspor komoditas, penerbangan dari banyak investor dari negara, eksploitasi yang tidak adil dari sumber daya berlian negara, penjarahan dan perang pencatutan selama perang saudara pada tahun 1990 membawa perekonomian negara bertekuk lutut. Utang luar negeri lebih dari PDB.
Selama satu dekade perang sipil di Liberia dipicu oleh senjata yang diimpor ke negara lain yang melanggar embargo senjata PBB. Pengiriman selama tiga bulan pada tahun 2002 dari sebuah perusahaan keamanan Serbia, misalnya, membawa cukup peluru untuk membunuh seluruh penduduk Liberia.

03. Republic of Zimbabwe (GDP – per kapita: $500)
Ekspresi wajah orang-orang ini mengatakan satu juta hal, lemah karena lapar dan terlalu miskin untuk sepatu sendiri atau mempunyai kemeja untuk dikenakan. Ini semua karena mereka terbelenggu tiran dari presiden mereka.
Sebuah negara yang indah hancur karena sebuah keserakahan
Republik Zimbabwe terletak antara Limpopo dan sungai-sungai Zambezi di bagian selatan Afrika. Ekonominya mengalami perlambatan akibat kekurangan pasokan, naiknya inflasi dan kekurangan devisa. Zimbabwe ikut terlibat dalam miskinnya Republik Demokrasi Kongo yang kini ekonominya rapuh. Pengangguran di Zimbabwe setinggi 80%.
akibat dari hyperinflasi di ZIMBABWE adalah meroketnya harga2 barang .

04. The Solomon Islands (GDP – per kapita: $600)

Kepulauan Solomon adalah sebuah negara di Melanesia. Perikanan menggerakkan perekonomian domestik. 75% dari kelas buruh, bekerja hanya dari memancing. Kayu adalah produk utama untuk ekspor sampai tahun 1998. Kelapa sawit dan kopra tanaman penting untuk ekspor. Kepulauan Solomon kaya akan sumber daya mineral seperti seng, timah, emas dan nikel. Namun Tsunami pada 2004 memporak2ndakan kehidupan sosial mereka .

05. Republic of Somalia (GDP – per kapita: $600)

Pertanian adalah dasar perekonomian Republik Somalia. Tentara dan militer terdiri dari sebagian besar penduduk. Pemeliharaan ternak merupakan sumber utama mata pencaharian bagi mereka. Industri pertanian yang kecil memberikan kontribusi 10% terhadap PDB.
Mogadishu adalah tempat di mana efek dari konflik terlihat mencolok. Ada 400,000 pengungsi. Akses kesehatan sangat mustahil dan bahaya beredar di jalan-jalan . Semua jenis infrastruktur telah lenyap : air, sanitasi, sekolah ... Tidak adanya negara selama lebih dari 13 tahun telah membuat investasi menjadi mustahil. Diperkirakan bahwa sekitar 72% dari penduduk Somalia tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar dan sistem kesehatan secara umum.

06. Union of the Comoros (GDP – per kapita: $600)

Pertumbuhan penduduk dan pengangguran pada tingkat tinggi yang pada akhirnya menyebabkan atas miskinnya perekonomian masyarakat Komoro. Kepadatan penduduk pada tingkat 1.000 per km persegi zona pertanian dapat menyebabkan krisis lingkungan. Kontribusi pertanian terhadap PDB adalah 40%. Rendahnya tingkat pendidikan telah menaikkan tingkat angkatan kerja. Ekonomi terutama tergantung pada hibah luar negeri.

07. Guinea-Bissau (GDP – per kapita: $600)

Peringkat Guinea Bissau sebagai negara miskin adalah yang ke 172. Pertanian dan perikanan adalah satu-satunya pilar ekonominya. Tingkat pendapatan tidak merata di seluruh bagian negara. Sekitar 10% dari populasi orang dewasanya berisiko HIV.

08. Central African Republic (GDP – per kapita: $700)


Republik Afrika Tengah peringkat 171 sebagai negara miskin. Pertanian adalah tulang punggung perekonomian yang tidak stabil. Harapan hidup penduduk dari berkisar 43,46-43,62 tahun. 13,5% dari populasi berisiko AIDS.

09. Niger (GDP – per kapita: $700)

Niger dengan populasi 12,5 juta adalah salah satu dari sepuluh negara termiskin di dunia. Kekeringan adalah bencana alam yang umum di Niger. Sering mengalami fase krisis pangan yang parah. 63% dari total penduduk hidup dgn penghasilan $ 1 per hari. Melek huruf orang dewasa hanya mencapai 15%. Angka harapan hidup sampai 46 tahun. Sejumlah orang meninggal disebabkan hepatitis A, diare, malaria, meningococcal meningitis dan tifus.

10. Ethiopia (GDP – per kapita: $700)

Ethiopia peringkat 170 dari 177 negara-negara miskin di Indeks Pembangunan Manusia (IPM UNDP 2006). Setengah dari PDB tergantung pada kegiatan pertanian. Sektor pertanian menderita karena miskinnya teknik budidaya dan sering kekeringan. 50% dari penduduknya 74.7 juta menanggung beban kemiskinan dan 80% tinggal di tempat yang tidak layak. 47% laki-laki dan 31% dari perempuan yang melek huruf. Beberapa bagian di Ethiopia mengalami risiko tinggi hepatitis A, hepatitis E, tipus demam, malaria, rabies, meningococcal meningitis dan schistosomiasis.

Minggu, 10 Oktober 2010

tentang GAKI

Konsep Iodium
2.1.1 Pengertian Iodium
Iodium (Yodium) adalah salah satu mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dan terdapat pada makanan seperti Makanan laut, susu, telur, daging dan air minum di daerah tertentu. Dalam tubuh terkandung sekitar 25 mg iodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh, kandungannya yang tinggi yaitu sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid, dan yang relatif lebih tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan darah.

2.1.2 Kebutuhan Iodium
Menurut Hetzel (1989) dalam keadaan normal intake harian untuk orang dewasa kebutuhan iodium berkisar 100 – 150 mg perhari. Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam mg I/g kreatinin. Pada tingkat ekskresi lebih kecil daro 50 mg/g kreatinin sudah menjadi indikator kekurangan intake. Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah di dunia, diperkirakan sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA). Adapun kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain:
1) umur 0 sampai 9 tahun kebutuhannya sebesar 50 – 120 mg ;
2) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg (Pria) ;
3) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg ;
4) Wanita Hamil mendapat tambahan 25 mg ; wanita laktasi 0 – 12 bulan sebesar 50 mg (Muhilal, dkk. 1998). Kebutuhan iodium sehari sekitar 1-2 µg per kg berat badan, sedangkan menurut Widyakarya pangan dan gizi (1998) menganjurkan AKG untuk iodium sebagai berikut :
a. Bayi : 50-70 µg
b. Balita dan anak sekolah : 70-120 µg
c. Remaja dan dewasa : 150 µg
d. Ibu hamil : + 25 µg
e. Ibu menyusui : + 50 µg (Almatsier, 2004).
2.1.3 Fungsi Iodium
Selama ini diketahui, iodium berfungsi sebagai:
a. Bagian dari tiroksin dan senyawa lain yang disintesis oleh kelenjar tiroid. Tubuh mengandung sekitar 25mg iodium, di mana sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid. Namun demikian, iodium terdapat dalam semua jaringan tubuh, yaitu pada ovari, otot dan darah mengandung iodium yang relatif tinggi setelah tiroid. Unsur ini diserap dalam bentuk iodida dimana dalam kelenjar tiroid segera dioksidasi menjadi iodium dan terikat pada molekul tirosin dari tiroglobulin suatu glikoprotein yang mempunyai berat molekul relatif tinggi (650.000). Hidrolisis tiroglobulin menghasilkan tiroksin dan asam amino beriodium. Tiroksin terikat oleh protein, sedangkan asam amino beriodium segera dipecah menghasilkan asam amino dalam proses deaminasi, dekarboksilasi dan oksidasi.
b. Fungsi tiroksin termasuk iodium adalah mengontrol transduksi selular. Kekurangan yodium dapat menimbulkan penyakit gondok (goiter). Kandungan yodium dalam bahan makanan bervariasi tergantung dari asal bahan tersebut. Oleh karena itu sangat beralasan bahwa gondok endemik timbul karena rendahnya konsumsi iodium dari makanan. Penanganan masalah gondok endemik dengan yodisasi garam merupakan salah satu alternatif yang cukup baik.
c. Iodium berperan penting untuk membantu perkembangan kecerdasan atau kepandaian pada anak. Iodium juga dapat membatu mencegah penyakit gondok, gondong atau gondongan. Iodium berfungsi untuk membentuk zat tirosin yang terbentuk pada kelenjar tiroid.
d. Iodium diperlukan tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok.
e. Fungsi iodium dalam meningkatkan kecerdasan adalah dalam kaitannya dengan pertumbuhan sel-sel otak, yaitu sel neuron. Jumlah sel neuron di dalam otak umumnya mencapai sekitar 10 miliar. Yang sangat mengkhawatirkan adalah akibat negatif pada susunan saraf pusat yang akan berpengaruh pada perkembangan otak, kecerdasan, dan dampak sosial/ekonomi masyarakat pada umumnya. Kekurangan iodium pada masa kehamilan dan awal masa kehidupan anak dapat menurunkan jumlah sel neuron yang ada di otak. Karena itu, masa-masa tersebut merupakan masa yang sangat kritis dan perlu mendapatkan zat-zat gizi dalam jumlah cukup, seperti asam amino, asam lemak, vitamin, dan mineral (terutama iodium). Kekurangan iodium juga menyebabkan keguguran kandungan, gangguan perkembangan saraf, serta penyakit kretinisme yang menyebabkan orang menjadi cebol dan bodoh.

2.2 Pengertian GAKI
GAKI adalah rangkaian efek yang dapat ditimbulkan karena tubuh mengalami kekurangan iodium secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Kekurangan iodium terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana tanah, air serta tanaman/tumbuhan yang tumbuh di atasnya miskin atau tidak mengandung unsur iodium yang akibatnya penduduk yang bertempat tinggal di daerah tersebut akan berisiko mengalami kekurangan iodium (Dep.Kes. RI, 1996).
Penyebab terpenting timbulnya masalah GAKI adalah rendahnya asupan iodium melalui makanan/ minuman yang berlangsung dalam kurun waktuyang lama. Penyakit ini biasanya terjadi pada daerah pegunungan. Adanya masalah GAKI sebagai akibat kompensasi tubuh terhadap kondisi defisiensi iodium yang dialami Walaupun demikian defisiensi bukan satu satunyapenyebab terjadinya GAKI.
Sampai saat ini ada beberapa teori yang menyatakan bahwa penyebabterjadinya GAKI adalah defisiensi iodium, pengaruh zat goitrogenik, faktorgenetik, dan kelebihan unsur-unsur iodium. Akan tetapi dari data yang tersedia bahwa GAKI akan terjadi apabila terdapat juga defisiensi iodium. Dengan
demikian defisiensi iodium merupakan penyebab utama terjadinya GAKI (Dep. Kes. RI, 1986).
Makin banyak tingkat kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbilkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme. Masalah ini umumnya lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar iodium rendah. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kulitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan anak usia sekolah.
Data tahun 1998 menunjukkan 87 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemic GAKI. Akibatnya tak kurang dari 20 juta penduduk menderita gondok. GAKI pada ibu hamil berisiko menimbulkan keguguran, sedangkan pada janin menyebabkan lahir mati. Kalaupun lahir, beresiko mengalami cacat bawaan, kematian dini, kretin, keterbelakangan mental, tuli juling dan lumpuh. Diperkirakan tiap tahun ada 9 ( sembilan ) bayi kretin lahir di Indonesia. Sejauh ini Indonesia telah kehilangan 140 juta point ( Kompas, 2002 )

2.4 Penyebab GAKI
Yodium dalam tubuh berada dalam bentuk Iodida (I2). Menyusun tubuh kurang lebih 15-20 mg, sangat bervariasi antar individu, tergantung wilayah tempat tinggal (kandungan yodium dalam tanah, air, tanaman, dan pangan sumber yodium yang dikonsumsi. Fungsi yodium dalam tubuh, bersama hormon-hormon tiroid, adalah : berperan dalam mengatur suhu tubuh, laju pelepasan energi selama metabolisme basal (BMR), laju penggunaan oksigen oleh sel, pertumbuhan, perkembangan sistem syaraf, pertumbuhan linier, dan pembentukan panas tubuh. Penyerapan yodium sangat cepat dan mudah. Yodium terutama terkonsentrasi pd kelenjar tiroid (70-80%)yang berperan dalam pembentukan hormon T3-triiodothyronin dan T4–tetra Iodothyronine/tyroxin. Pelepasan hormon tiroid ke dlm darah dipacu oleh TSH (Thyroid Stimulating Hormon).
 Faktor – Faktor penyebab masalah GAKI antara lain :
- Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling.
- Faktor Geografis dan Non Geografis
GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan. Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium.
- Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik. Zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh. Giterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat. Beberapa jenis Goitrogen yaitu:
Ø Kelompok Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat
contoh: ubi kayu, jagung, rebung, ubi jalar, buncis besar
Ø Kelompok tiourea, tionamide, tioglikoside, vioflavanoid dan disulfida alifatik, contoh : berbagai makanan pokok di daerah tropis seperti sorgum, kacang-kacangan, bawang merah dan bawang putih
Ø Kelompok Sianida
Contoh: daun + umbi singkong , gaplek, gadung, rebung, daun ketela, kecipir, dan terung
Ø Kelompok Mimosin
contoh: pete cina dan lamtoro
Ø Kelompok Isothiosianat
contoh: daun pepaya
Ø Kelompok Asam
contoh: jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka
Ø Kelompok yang bekerja pada proses proteolisis dan rilis hormon tiroid
Berikutnya ialah bagaimana bahan Goiterogenik ini dapat dikonsumsi oleh seseorang, salah satunya adalah karena faktor Pola kebiasaan konsumsi yang keliru. Kebiasaan konsumsi suatu daerah yang lebih banyak mengkonsumsi jenis pangan sumber goiterogenik dengan frekuensi makannya yang cukup sering setiap harinya, misalnya singkong dan daun singkong, daun melinjo, daun pepaya, terung, brambang, cabe rawit.
Kebiasaan di suatu daerah tertentu yang mempengaruhi kebiasaan masyarakatnya dalam pola konsumsi makanan ini, tentunya berhubungan erat dengan kondisi geografis daerah tersebut. Daerah pegunungan yang merupakan daerah dengan kadar iodium dalam air dan tanahnya yang rendah dan jauh dari laut akan lebih banyak mengonsumsi bahan-bahan makanan yang mengandung zat Goiterogenik ini dibandingkan mereka yang tinggal di dekat pantai. Dalam jangka waktu yang lama maka daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium.
- Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.
- Adanya pola kebiasaan konsumsi yang keliru
Kebiasaan konsumsi suatu daerah yang lebih banyak mengkonsumsi jenis pangan sumber goiterogenik dengan frekuensi makannya yang cukup sering setiap harinya, misalnya singkong dan daun singkong, daun melinjo, daun pepaya, terung, brambang, cabe rawit, asam cuka dan asam jeruk nipis
- Ketidaksesuaian Pengolahan pangan
Hal ini terkait dengan ketidaktahuan masyarakat tentang bagaimana cara mengolah makanan yang baik sehingga tidak menghilangkan zat gizinya. Faktor ini berkaitan dengan faktor defisiensi iodium. Sebagian besar masyarakat memiliki kebiasaan pengolahan pangan yang dapat menghilangkan kandungan iodium sebesar 20 – 50 % karena mengolah makanan dengan cara tumis dan rebus terbuka. Jika dibiarkan dalam jangka waktu lama, defisiensi iodium akan terjadi, dan akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya GAKI.
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh kebiasaan mengolah makanan dengan menggunakan asam jeruk ataupun asam cuka yang berlebihan dengan waktu pengolahan yang terlalu lama dan suhu yang tinggi pula (> 100 oC), sehingga membantu mempercepat proses kehilangan iodium dalam bahan makanan.
- Faktor faktor zat gizi lain yakni (kekurangan protein) dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari kelenjar tiroid terutama tahap transportasi hormon, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.
2.5 Akibat GAKI
Akibat negatif GAKI ternyata berpengaruh pada kecerdasan. Setiap penderita gondok akan mengalami defisit 10 point dibawah normal, penderita kretin akan mengalami defisit IQ sebesar 50 point dibawah normal. Sedang penderita GAKI lainnya akan mengalami defisit IQ sebesar 10 point. Adanya keterbelakangan mental mempengaruhi kecerdasan (Kristiani dan Pragandari, 1990) Semua penduduk dan kelompok umur berisiko untuk menderita GAKI Selain berdampak pada kecerdasan otak GAKI juga berakibat pada status gizi karena hypothyroid, gangguan pertumbuhan fungsi fisik dan mental dan meningkatnya kematian bayi akibat penurunan daya tahan terhadap penyakit.
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar Yodium rendah.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kulitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi Yodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).

2.5.1 Kekurangan Yodium pada Janin
Kekurangan yodium pada janin akibat Ibunya kekurangan yodium. Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat lain yang lebih berat pada janin yang kekurangan yodium adalah kretin endemik.
Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa, ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai. Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai dengan kekurangan hormon tiroid dan kerdil.
Penelitian terakhir menunjukkan, transfer T4 dari ibu ke janin pada awal kehamilan sangat penting untuk perkembangan otak janin. Bilamana ibu kekurangan yodium sejak awal kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi.
Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu pada trimester pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium maka akan berakibat pada rendahnya kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trimester kedua dan ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon tiroid sendiri, namun karena kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan berakibat pada kurangnya pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat hipotiroidisme pada janin.

2.5.2 Kekurangan Yodium pada Saat Bayi Baru Lahir
Yang sangat penting diketahui pada saat ini, adalah fungsi tiroid pada bayi baru lahir berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru lahir, otak baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang dengan cepat sampai usia dua tahun. Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan yodium, dan hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak normal.
Di negara sedang berkembang dengan kekurangan yodium berat, penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah balik talipusat segera setelah bayi lahir untuk pemeriksaan kadar hormon T4 dan TSH. Disebut hipotiroidisme neonatal, bila didapatkan kadar T4 kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL.
Pada daerah dengan kekurangan yodium yang sangat berat, lebih dari 50% penduduk mempunyai kadar yodium urin kurang dari 25 mg per gram kreatinin, kejadian hipotiroidisme neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat mencolok, pada daerah yang kekurangan yodium ringan, kejadian gondok sangat rendah dan tidak ada kretin, angka kejadian hipotiroidisme neonatal turun menjadi 6 per 1000 kelahiran.
Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan yodium tidak dikoreksi maka hipotiroidisme akan menetap sejak bayi sampai masa anak. Ini berakibat pada retardasi perkembangan fisik dan mental, serta risiko kelainan mental sangat tinggi. Pada populasi di daerah kekurangan yodium berat ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat mencolok.

2.5.3 Kekurangan Yodium pada Masa Anak
Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang sama yang berasal dari daerah yang berkecukupan yodium. Kretin: turun 50 IQ Point, Gondok: turun 10 IQ Point, Tinggal di daerah GAKI: turun 5 IQ Point. Dari sini dapat disimpulkan kekurangan yodium mengakibatkan keterampilan kognitif rendah. Semua penelitian yang dikerjakan di daerah kekurangan yodium memperkuat adanya bukti kekurangan yodium dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi luas. Dalam penelitian tersebut juga ditegaskan, dengan pemberian koreksi yodium akan memperbaiki prestasi belajar anak sekolah. Faktor penentu kadar T3 otak dan T3 kelenjar hipofisis adalah kadar T4 dalam serum, bukan kadar T3 serum, sebaliknya terjadi pada hati, ginjal dan otot. Kadar T3 otak yang rendah, yang dapat dibuktikan pada tikus yang kekurangan yodium, didapatkan kadar T4 serum yang rendah, akan menjadi normal kembali bila dilakukan koreksi terhadap kekurangan yodiumnya.
Keadaan ini disebut sebagai hipotiroidisme otak, yang akan menyebabkan bodoh dan lesu, hal ini merupakan tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini dapat kembali normal bila diberikan koreksi yodium, namun lain halnya bila keadaan yang terjadi di otak. Ini terjadi pada janin dan bayi yang otaknya masih dalam masa perkembangan, walaupun diberikan koreksi yodium otak tetap tidak dapat kembali normal.

2.5.4 Kekurangan Yodium pada Dewasa
Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan segala komplikasinya, yang sering terjadi adalah hipotiroidisme, bodoh, dan hipertiroidisme. Karena adanya benjolan/modul pada kelenjar tiroid yang berfungsi autonom. Disamping efek tersebut, peningkatan ambilan kelenjar tiroid yang disebabkan oleh kekurangan yodium meningkatkan risiko terjadinya kanker kelenjar tiroid bila terkena radiasi.
Selama ini perhatian para pakar terpusat pada GAKY tingkat berat, dan tingkat sedang, baru sekitar sepuluh tahun belakang ini tertarik mengamati apa yang terjadi pada GAKY tingkat ringan yang jumlahnya jauh lebih besar. Dampak buruk GAKY tingkat ringan ternyata lebih mengejutkan. Pada tingkat ringan sudah terjadi kelainan perkembangan sel-sel syaraf yang mempengaruhi kemampuan belajar anak yang ditunjukkan dengan rendahnya IQ anak penderita GAKY. Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pada janin dan anak sampai usia dua tahun, karena itu ibu hamil penderita GAKY tingkat ringan dapat memberikan dampak buruk pada perkembangan syaraf motorik dan kognitif janin yang berkaitan dengan perkembangan kecerdasan anak.

2.5 Epidemiologi Permasalahan GAKI
Secara global, iodium sukar diperoleh di daerah berdataran luas dan/atau jauh dari laut. Sekitar 29% dari populasi masyarakat dunia tinggal di daerah dengan defisiensi iodium, seperti di daerah Himalaya, pegunungan Eropa, hingga benua Afrika yang jauh dari lautan. Penduduk yang mengkonsumsi makanan lokal di daerah-daerah tersebut berisiko terkena GAKI.

Peta sebaran daerah dengan defisiensi iodium di negara berkembang
Defisiensi iodium Normal Ringan Sedang Berat
Median urine iodine/ekskresi iodium urine (EYU) µg/L >100 50-99 20-49 <20
Prevalensi goiter <5% 5-20% 20-30% >30%
TSH neonatal dalam darah (>5IU/mL) <3% 3-20% 20-40% >40%
Kretinisme 0 0 + +
Diambil dari WHO/UNICEF/International Council for Control of Iodine Deficiency Disorder
Menurut laporan WHA (World Healthy Assembly, 1994), sekitar 1800 juta orang di dunia berisiko mengalami defisiensi karena kesalahan bermukim di kawasan yang miskin yodium. Dari jumlah tersebut, sekitar 565 juta orang telah menampakkan tanda-tanda kekurangan yodium, 43 juta menderita rusak mental dan 11,2 juta orang telah jelas sebagai kretin. Di asia tenggara, sekitar 600 juta orang membangun keluarga di wilayah yang miskin yodium dan mengakibatkan lebih kurang 170 juta orang menderita gondok (WHO regional Office for South East Asia, 2000) (Arisman, 2002). Iodium di dalam tanah dan laut terdapta sebagai iodida. Ion iodida dioksidasi oleh sinar matahari menjadi unsure iodium yang mudah menguap. Iodium ini kemudian dikembalikan ke tanah oleh hujan. Pengembalian iodium ke tanah berjalan lambat dan sedikit dibandingkan dengan kehilangan semula (Almatsier, 2004).

2.5.1 Daerah Endemik Gondok
Istilah gondok endemik/endemik gondok digunakan jika suatu daerah/wilayah ditemukan banyak penduduk dengan mengalami pembesaran kelenjar gondok. Bila > 10 % penduduk di suatu daerah menderita pembesaran kelenjar gondok, maka daerah tersebut merupakan daerah endemik gondok.
1. Daerah endemik gondok adalah suatu daerah / wilayah yang berdasarkan data Nasional dikategorikan sebagai gondok endemik berat.
2. Daerah non endemik gondok adalah suatu daerah / wilayah yang berdasarkan data Nasional tidak dikategorikan sebagai gondok endemik berat.
 Klasifikasi daerah endemik gondok adalah sebagai berikut:
a. Endemik Gondok Ringan : 10 - 19 % penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
b. Endemik Gondok Sedang : 20 - 29 % penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
c. Endemik Gondok Berat : > 30 % penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok Daerah yang banyak dijumpai penderita gondok adalah daerah-daerah yang terpencil, di gunung dan jauh dari laut. Secara geografis di derita oleh penduduk yang mendiami 3 macam daerah, antara lain:
1) Daerah pegunungan
2) Daerah yang belum lama berselang ditutupi es
3) Daerah dimana air minum penduduk bersumber dari batu kapur

2.6 Mekanisme Terjadinya GAKI dan Fisiologinya Dalam Tubuh
Seperti halnya elemen anion, iodine sangat efisien diserap dari saluran pencernaan dan hal ini juga memungkinkan berbagai bentuk iodine yang disekresikan di dekat bidang absorpsi juga dapat di daur ulang. Iodine terserap selanjutnya ditransport ke dalam pembuluh darah dan berikatan dengan bebas terhadap plasma protein. Pengambilan aktif dengan menggunakan sodium (Na):pottasium (K)-dependent ATPase di dalam kelenjar thyroid mampu menangkap hingga 90% iodine yang melalui organ tersebut.
Iodine yang telah ditangkap kelenjar tiroid dikombinasikan dengan tyrosine untuk membentuk diiodotyrosine (T2), ketika dua molekul komponen tersebut berkombinasi maka terbentuk tetraiodothyronine (T4) dalam bentuk tersebut merupakan bentuk transpor fisiologis inaktif dari hormon. tiroid menyimpan T4 dalam bentuk colloid sebagai thyroglobulin, yang merupakan glycoprotein teriodisasi, dan selama masa tidak tersedianya ataupun kurangnya supply iodine maka sel follikuler akan dengan cepat memecah kembali rangkaian colloid tersebut.
Tingkat efisiensi penangkapan iodine oleh kelenjar tiroid bervariasi tergantung pada tingkat kebutuhan dan sangat ditentukan oleh sekresi thyrotrophin-releasing dan thyroid-stimulating properties (TRH and TSH),kedua hormon tersebut bersama-sama menentukan tingkat sekresi T4 (T4 secreting rate-TSR). TSH diproduksi oleh pituitari anterior dan TRH diproduksi oleh hypothalamus, dengan mekanisme control feedback berdasarkan level T4 dan T3 bebas yang bersirkulasi. T4 dan t4 merupakan fraksi minor yang didominasi oleh pool ikatan protein. Aktifasi T4 dilakukan oleh tiga enzim deiodinase(ID) yaitu tipe I, II dan III) yang tergantung pada ketersediaan selenium.
Dalam saluran pencernaan, iodium dalam bahan makanan dikonversikan menjadi Iodida yang mudah diserap dan ikut bergabung dengan pool-iodida intra/ekstraseluler. Iodium tersebut kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk disimpan. Setelah mengalami peroksidasi akan melekat dengan residu tirosin dari tiroglobulin. Struktur cincin hidrofenil dari residu tirosin adalah iodinate ortho pada grup hidroksil dan berbentuk hormon dari kelenjar tiroid yang dapat dibebaskan (T3 dan T4) (Linder, 1992). Iodium adalah suatu bagian integral dari hormon tridothyronine tiroid (T3) dan thyroxin (T4). Hormon tiroid kebanyakan menggunakan, jika tidak semua, efeknya melalui pengendalian sintesis protein. Efek-efek tersebut adalah efek kalorigenik, kardiovaskular, metabolisme dan efek inhibitor pada pengeluaran thyrotropin oleh pituitary (Sauberlich, 1999).
Kebanyakan Thyroxine (T4) dan Triidothyronine (T3) diangkut dalam bentuk terikat-plasma dengan protein pembawa. Thyroxine-terikat protein merupakan pembawa hormon tiroid utama yang beberapa di antaranya juga terikat dengan thyroxin-terikat prealbumin (Sauberlich, 1999).
Tingkat bebasnya hormon-hormon tersebut dalam plasma dimonitor oleh hipotalamus yang kemudian mengontrol tingkat pemecahan proteolitis T3 dan T4 dari tiroglobulin dan membebaskannya ke dalam plasma darah, melalui tiroid stimulating hormon (TSH). Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial dan “turn overnya” lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan deiodinasi dalam jaringan non-tiroid. Sebagian besar dari kedua bentuk terikat pada protein plasma, terutama thyroid-binding-globulin (TBG), tetapi hormon yang bebas aktivitasnya pada sel-sel target. Dalam sel-sel target dalam hati, banyak dari hormon tersebut didegradasi dan iodidat dikonversikan untuk digunakan kembali kalau memang dibutuhkan (Linder, 1992).
Menurut Ganong (1989) apabila mengkonsumsi iodium 500 mg/hari, hanya sebagian iodium (120 mg) yang masuk ke dalam kelenjar tiroid, dan dari kelenjar tiroid disekresikan sekitar 80 mg yang terdapat dalam T3 dan T4, yang merupakan hormon tiroid. Selanjutya T3 dan T4 mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan lainnya. Sehingga dari hepar dikeluarkan sekitar 60 mg ke dalam cairan empedu, kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas dari reabsorbsi akan diekskresikan bersama feses dan urin.

2.7 Gejala Klinis GAKI
 Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan seperti:
• Terhadap Pertumbuhan
- Pertumbuhan yang tidak normal.
-Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme
- Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan
- Tingkat kecerdasan yang rendah
- Mulut menganga dan lidah tampak dari luar
• Kelangsungan Hidup
Wanita hamil didaerah Endemik GAKY akan mengalami berbagai gangguan kehamilan antara lain :
- Abortus
- Bayi Lahir mati
- Hipothryroid pada Neonatal
• Perkembangan Intelegensia
- Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point sebesar 5 Point dibawah normal
- Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 Point dibawah normal.
Iodium diperlukan khususnya untuk biosintesis hormon tiroid yang beriodium. Iodium dalam makanan diubah menjadi iodida dan hampir secara sempurna iodida yang dikonsumsi diserap dari sistem gastrointestinal. Yodium sangat erat kaitannya dengan tingkat kecerdasan anak. Dampak yang ditimbulkan dari kekurangan konsumsi yodium yang berada dalamtubuh, akan sangat buruk akibatnya bagi kecerdasan anak, karena bisa menurunkan 11-13 nilai IQ anak.. Di antara penyakit akibat kekurangan iodium adalah gondok dan kretinisme. Ada dua tipe terjadinya kretinisme, yaitu kretinisme neurology seperti kekerdilan yang digolongkan dengan mental, kelumpuhan dan buta tuli. Ada pula kretinisme hipotiroid Lokasi dan struktur tiroid (gondok) di mana kelenjar tiroid yang terletak di bawah larynx sebelah kanan dan kiri depan trakea mengekskresi tiroksin, triiodotironin dan beberapa hormon beriodium lain yang dihubungkan dengan pertumbuhan yang kerdil dan retardasi mental yang lambat. Selama masa pertumbuhan dan perkembangan, kebutuhan tubuh akan yodium memang harus selalu dipenuhi. Karena kalau tidak, hipotiroidisme akan terus ‘mengancam’. Baik bayi, anak, remaja, bahkan dewasa muda tetap mempunyai peluang terserang penyakit gondok, gangguan fungsi mental dan fisik, maupun kelainan pada system saraf. Semua penyakit dan berbagai kelainan lainnya yang disebabkan oleh defisiensi unsur kimia berlambang “I” ini , kini disebut dengan GAKY ( Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ). Selain akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, yang kita tahu selama ini, kekurangan yodium akan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Padahal, banyak gangguan lain yang juga bisa muncul. Misalnya saja, kekurangan yodium yang dialami janin akan mengakibatkan keguguran maupun bayi lahir meninggal, atau meninggal beberapa saat setelah dilahirkan. Bahkan, tidak sedikit bayi yang terganggu perkembangan sistem sarafnya sehingga mempengaruhi kemampuan psikomotoriknya.
• Pertumbuhan Sosial
Dampak sosial yang ditimbulkan oleh GAKY berupa terjadinya gangguan perkembangan mental, lamban berpikir, kurang bergairah sehingga orang semacam ini sulit dididik dan di motivasi.
• Perkembangan Ekonomi
GAKI akan mengalami gangguan metabolisme sehingga badannya akan merasa dingin dan lesu sehingga akan berakibatnya rendahnya produktivitas kerja, yang akan mempengaruhi hasil pendapatan keluarga.

2.7 Penilaian Status GAKI
Pada umumnya pemeriksaan status gizi ada 4 yaitu: antropometri, pemeriksaan klinik, pemeriksaan kuantifikasi/ diet, serta pemeriksaan biokimia. Pemeriksaan biokimia tidak dilihat langsung pertumbuhan anaknya (seperti antropometri). Antropometri digunakan untuk melihat kekurangan status gizi makro. Pemeriksaan biokimia digunakan untuk menilai status gizi mikro yang lebih tepat, obyektif, dan hanya dilakukan orang yang terlatih.
Pada umumnya yang dinilai yaitu: zat besi, vitamin, protein, dan mineral. Contoh sampel berupa serum darah, urine, rambut (untuk melihat Zn), feces, maupun biopsi jaringan. Plasma darah dapat menghasilkan komponen darah (didapatkan dari darah yang dicentrifuge menjadi serum yang lebih sensitif dibanding plasma dan sel-sel darah) yang bisa dihitung.
Penilaian status GAKI yaitu menggunakan urine, di daerah endemis berat (<25 ug/ g kreatinin) dan sedang (25-50 ug/g kreatinin). Iodium urine biasanya akan menurun sebelum struma muncul. Penilaian status iodium paling mudah dilakukan dalam urine atau dengan TSH (mahal). Pemeriksaan status gizi secara lab dapat mendiagnosis kurang gizi lebih dini sebelum tanda-tanda klinis muncul.

2.8 Golongan Rawan GAKI
Anak-anak pada umumnya merupakan golongan yang rawan akan GAKI. Hal ini disebabkan karena kelompok ini rawan secara fisiologis serta mudahnya jangkauan untuk melakukan melalui sekolah. Dengan begitu penilaian gondok pada anak usia sekolah dapat digunakan sebagai indikator adanya masalah GAKI di masyarakat.

2.10 Upaya Penanggulangan
Penanggulangan defisiensi yodium telah dilakukan selama lebih dari 85 tahun yang lalu. Dimulai di Switzerland pada tahun 1921 dan di AS pada tahun 1924, hampir semua industri garam nasional diperintahkan untuk menambahkan yodium. Di India efektifitas program garam beryodium didemonstrasikan pada tahun 1950 pada studi Landmark oleh Vulimiri Ramalinyaswami. (Peter Adamson, 2004) Ketika penanggulangan garam beryodium mulai diterima pada tahun 1980 agensi Internasional seperti UNICEF mulai menekankan pemakaian garam beryodium disemua rumah tangga di seluruh dunia (Peter Adamson, 2004).
WHO (1993) menyatakan bahwa program pengendalian defisiensi yodium adalah fortifikasi garam dengan potassium iodate dan pemberian suplemen dengan kapsul minyak beryodium. Pemakaian garam beryodium diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat dan program kapsul minyak beryodium diperuntukkan pada kelompok yang spesifik seperti anak-anak dan ibu nifas (Mus Joko R,2003).
 Penanggulangan GAKY di Indonesia secara nasional dimulai pada tahun 1974 melalui program:
1. Strategi jangka panjang dengan pemberian garam beryodium (40 ppm).
2. Strategi jangka pendek dengan:
a. Suplementasi Yodium pada binatang
Peningkatan kadar yodium secara bermakna dalam air susu dan daging pada gilirannya akan bertindak sebagai wahana pembawa yodium bagi konsumen manusia.
b. Suntikan minyak beryodium (lipiodol)
Pemberian lipiodol ini ditujukan terutama untuk daerah endemis berat. Suntikan minyak beryodium ternyata cocok untuk masyarakat terpencil. Minayk beryodium (dosis 1 cc mengandung 480 mg yodium) harus disuntikkan pada setiap wanita yang berusia hingga 40 tahun dan pria sampai umur 20 tahun. Suntikan ulang dilakukan 3-5 tahun kemudian, bergantung pada dosis yang diberikan serta usia subjek. Kebutuhan anak akan yodium lebih besar daripada orang dewasa, sehingga dosis anjuran harus diulangi setelah 3 tahun, terutama jika kekurangan berlangsung parah.
c. Kapsul minyak beryodium
Di Indonesia, kapsul minyak beryodium mulai diedarkan pada tahun 1993 sebagai upaya pemberian suplementasi berskala besar sekaligus menggantikan lipidol, karena sasaran merasa tidak nyaman dengan suntikan disamping distribusinya membutuhkan tenaga professional (Arisman, 2002)
Prioritas pemilihan wilayah penanggulangan GAKY seperti pada Tabel berikut:
Tabel Prioritas Wilayah Program Penanggulangam GAKY

No1..

2. Wilayah
Daerah endemik berat dan sedang



Daerah endemik ringan dan non endemik
Intervensi
Pemantauan dan pemberian kapsul minyak beryodium

Pemantauan konsumsi garam beryodium di tk. Masyarakat
Sasaran
WUS,Bumil,ibu nifas dan anak sekolah

Semua penduduk
Laki-laki usia 0-20 th
Wanita usia 0-35 th


Sumber : Depkes RI 1997, 2001
Cara lain untuk menanggulangi GAKY yaitu dengan penambahan yodium pada semua garam konsumsi telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat. Selain program yodisasi garam, pemerintah Indonesia selama ini juga telah melaksanakan distribusi kapsul minyak beryodium terutama bagi wanita usia subur di kecamatan endemik berat dan sedang.
Proyek Intensifikasi Penggulangan GAKY (IP-GAKY) telah dilaksanakan dengan dana pinjaman Bank Dunia sejak tahun 1997 sampai tahun 2003 untukmempercepat penurunan prevalensi GAKY melalui pencapaian konsumsi garamberyodium untuk semua. Komponen program yang dilaksanakan meliputi:
1) pemantauan status yodium masyarakat;
2) peningkatan konsumsi garam beryodium;
3) peningkatan pasokan garam beryodium;
4) distribusi kapsul minyak beryodium pada sasaran yang tepat;
5) pemantapan koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan penanggulangan GAKY.
Target yang harus dicapai dalam program penanggulangan GAKI ini yaitu:
1. 90% rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium cukup (≥30 ppm) secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota
2. Median EYU secara rata-rata nasional propinsi dan kabupaten/kota adalah 100-299 μg/L
Sedangkan, upaya berkesinambungan untuk mencapai tujuan penanggulangan GAKI, dapat dilakukan melalui:
• Peningkatan Komitmen
• Percepatan pemenuhan pasokan garam beriodium
• Pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi pegaram
• Pemberdayaan masyarakat
• Pemantauan kualitas garam beriodium untuk konsumsi
• Penguatan kelembagaan penanggulangan GAKI
• Penegakan norma sosial dan hukum
• Peningkatan monitoring dan evaluasi
Untuk mencapai tujuan dari program penanggulangan GAKI perlu ditetapkan strategi yang tepat. Strategi dibagi sesuai dengan daerah produksi garam dan konsumsi garamnya. Rincian strategi terbagi dalam 4 kategori, seperti pada tabel berikut:
Sentra Produksi Garam Nonsentra Produksi Garam
Konsumsi Garam Beriodium Cukup KATEGORI 1
Strategi :
Mempertahankan produksi dan konsumsi Garam Beriodium yang memenuhi syarat.
Upaya :
Meneruskan pengawasan di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi, penegakan hukum, peningkatan sta-tus sosial ekonomi pegaram, teknologi yodisasi dan survailans.
KATEGORI 2
Strategi :
Mempertahankan pasokan dan konsumsi Garam Beriodium yang memenuhi syarat.
Upaya :
Menjamin pasokan Garam Beriodium dan pengawasan mutu garam di tingkat distribusi dan konsumsi secara intensif serta memperkuat penegakan perundangan Garam Beriodium dan survailans.
Konsumsi Garam Beriodium Tidak Cukup KATEGORI 3
Strategi :
Meningkatkan produksi dan konsumsi Garam Beriodium memenuhi syarat.
Upaya :
Meningkatkan konsumsi Garam Beriodium melalui promosi intensif, penegakan norma sosial dan hukum, meneruskan pengawasan di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi secara intensif, peningkatan status sosial ekonomi pegaram dan tekno-logi yodisasi serta survailans
KATEGORI 4
Strategi :
Meningkatkan pasokan dan konsumsi Garam Beriodium yang memenuhi syarat.
Upaya :
Menjamin pemenuhan pasokan Garam Beriodium disertai dengan promosi intensif konsumsi Garam Beriodium, penegakan norma sosial dan hukum, pengawasan mutu garam di tingkat distribusi dan konsumsi serta survailans.
Dalam mencapai tujuan dan target program penanggulangan GAKI, sesuai dengan rekomendasi dari WHO/CCIDD/UNICEF, ada 10 indikator yang digunakan untuk menilai pencapaian program
1. Pengembangan kelembagaan ditandai dengan adanya Tim GAKI
2. Adanya komitmen politik tentang USI
3. Adanya organisasi pelaksana yang kuat di setiap tingkatan
4. Legislasi dan regulasi tentang USI di semua tingkatan
5. Komitmen dalam monitoring dan evaluasi, dengan adanya data yang akurat
6. Komunikasi informasi edukasi dan mobilisasi sosial untuk mengkonsumsi garam beriodium
7. Adanya data garam beriodium secara reguler pada tingkat produsen, pasar dan konsumen
8. Adanya data EYU anak sekolah secara reguler pada daerah endemik berat
9. Adanya kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam beriodium
10. Adanya data hasil monitoring dan penyebarluasan-nya termasuk data garam dan EYU
Dalam menjamin ketersediaan garam beriodium di tingkat masyarakat, maka menjadi tanggung jawab berbagai pihak terkait. Bagan di bawah ini menjelaskan alur dan peran berbagai pihak terhadap ketersediaan garam beriodium.

Tentang PARNA

PARNA adalah singkatan dari Parsadaan Nai Ambaton (lazim juga disebut sebagai Pomparan ni si Raja Naiambaton) yaitu kumpulan marga yang merupakan keturunan dari Nai Ambaton.

Siapakah Nai Ambaton ini? Untuk mengetahuinya mari kita melihat ke sejarah mula-mula Si Raja Batak.Si Raja Batak memiliki 3 orang anak laki-laki yaitu Guru Tateabulan, Raja Isumbaon dan Toga Laut. Guru Tateabulan memiliki 5 anak laki-laki dan juga 3 anak perempuan, yaitu Siboru Pareme, Siboru Anting Sabungan, Siboru Biding Laut. Raja Isumbaon memiliki 3 orang anak laki-laki yaitu Tuan Sorimangaraja, Raja Asi-asi dan Sangkar Somalidang.
Sirajabatak

sirajabatak

Tuan Sorimangaraja kemudian memperistri 3 orang, yaitu:

1) Siboru Anting Sabungan (disebut juga Siboru Paromas)
2) Siboru Biding Laut, adik Siboru Anting Sabungan
3) Siboru Sanggul Haomasan

Anak pertama Tuan Sorimangaraja dari Siboru Anting Sabungan dinamai Si Ambaton atau Tuan Sorbadijulu. Dari sinilah nama Nai Ambaton berasal (nai = ibu, Ambaton = nama anaknya, Nai Ambaton = ibunya si Ambaton). Konon Nai Ambaton ini berpesan kepada anaknya Si Ambaton untuk menjaga persatuan keturunannya.
“Pomparan ni si Raja Naiambaton sisada anak sisada boru”. Kalimat ini sulit diterjemahkan secara tepat dalam bahasa Indonesia tetapi kira-kira maksudnya adalah bahwa semua keturunan Raja Naiambaton adalah satu putra-satu putri (dianggap sebagai satu saudara). Begitu eratnya persaudaraan itu seolah-olah antar kakak dan adik kandung, meskipun hubungan darahnya sudah jauh.

Karena dianggap sebagai satu saudara, putra-putri keturunan Nai Ambaton tidak boleh menikah satu dengan yang lain. Hingga hari ini, terasa canggung bahkan tabu untuk saling mengawini di dalam marga-marga Parna. Jika sampai ada yang menikah, bisa dipastikan pasangan ini akan menjadi bahan gunjingan dan cercaan. Kerap kali mereka dikucilkan –atau mengucilkan diri– dari acara-acara adat.
Silsilahbatak

Silsilah marga batak

Terkadang salah satu pihak menggunakan sub marga yang tidak umum dikenal sehingga tidak diketahui bahwa mereka memiliki hubungan kekerabatan. Teman, orang tua atau kerabat yang mengetahui hal ini berkewajiban untuk segera memberitahukan. Karena sudah menjadi norma yang dipahami bersama, orang yang ditegur pun tidak boleh marah kepada yang menegur.

Dari situs www.parna.org, marga-marga Parna dibagi menjadi 4 kelompok besar:
A. Dari Simbolon Tua:
1. Simbolon
2. Tinambunan
3. Tumanggor
4. Maharaja
5. Turutan
6. PinayunganSilsilahbatak

7. Nahampun

B. Dari Tamba Tua
8. Tamba
9. Siallagan
10. Sidabutar
11. Sijabat
12. Siadari
13. Sidabalok
(no 10 s.d. no 13 disebut Si Opat Ama)
14. Rumahorbo
15. Rea
16. Napitu
17. Siambaton

C. Dari Saragi Tua
18. Saragi
19. Saragih
20. Simalango
21. Saing
22. Simarmata
23. Nadeak
24. Basirun
25. Bolahan
26. Akarbejadi
27. Kaban
28. Garingging
29. Jurung
30. Telun

D. Dari Munte Tua
31. Munte
32. Sitanggang
33. Sigalingging
34. Siallagan
35. Manihuruk
36. Sidauruk
37. Turnip
38. Sitio
39. Tendang
40. Banuarea
41. Gaja
42. Berasa
43. Beringin
44. Boangmanalu
45. Bancin

Catatan: aku tidak sepakat kalau Sitio diletakkan di rumpun Munte Tua karena Rumahorbo-Napitu-Sitio adalah satu saudara sehingga semestinya Sitio berada di kelompok yang sama dengan Rumahorbo dan Napitu, yaitu sebagai bagian dari Tamba Tua.

Di situs yang lain, disebutkan bahwa marga-marga Parna berjumlah 70 marga. Berikut adalah daftarnya (sebanyak 68 marga saja, yang lainnya belum diketahui) yang disusun secara alfabetikal, bukan berdasarkan urut-urutan kesenioran.

1. Bancin (Sigalingging)
2. Banurea (Sigalingging)
3. Boangmenalu (Sigalingging)
4. Brampu (Sigalingging)
5. Brasa (Sigalingging)
6. Bringin (Sigalingging)
7. Gaja (Sigalingging)
8. Dalimunthe
9. Garingging (Sigalingging)
10. Ginting Baho
11. Ginting Capa
12. Ginting Beras
13. Ginting Guruputih
14. Ginting Jadibata
15. Ginting Jawak
16. Ginting Manik
17. Ginting Munthe
18. Ginting Pase
19. Ginting Sinisuka
20. Ginting Sugihen
21. Ginting Tumangger
22. Haro
23. Kaban
24. Kombih (Sigalingging)
25. Maharaja
26. Manik Kecupak (Sigalingging)
27. Munte
28. Nadeak (di pa lao)
29. Nahampun
30. Napitu
31. Pasi
32. Pinayungan (Sigalingging)
33. Rumahorbo
34. Saing
35. Saraan (Sigalingging)
36. Saragih Dajawak
37. Saragih Damunte
38. Saragih Dasalak
39. Saragih Sumbayak
40. Saragih Siadari
41. Siallagan
42. Siambaton
43. Sidabalok
44. Sidabungke
45. Sidabutar
46. Saragih Sidauruk
47. Saragih Garingging
48. Saragih Sijabat
49. Simalango
50. Simanihuruk
51. Simarmata
52. Simbolon Altong
53. Simbolon Hapotan
54. Simbolon Pande
55. Simbolon Panihai
56. Simbolon Suhut Nihuta
57. Simbolon Tuan
58. Sitanggang Bau
59. Sitanggang Gusar
60. Sitanggang Lipan
61. Sitanggang Silo
62. Sitanggang Upar Par Rangin Na 8 (Sigalingging)
63. Sitio
64. Tamba
65. Tinambunan
66. Tumanggor
67. Turnip
68. Turuten


========================
Sumber:
1) Situs http://www.parna.org/
2) Situs http://id.wikipedia.org/wiki/PomparAn_ni_Raja_Nai_Ambaton
3) 1) “Silsilah Marga-Marga Batak” karangan Drs. Richard Sinaga, terbitan Dian Utama, Jakarta (2000)

Kamis, 20 Mei 2010

Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa
dikecewakan, depressi, dan sakit hati.
Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu
memikirkan hal-hal tersebut.

Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan
pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu
memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan
menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal
yang indah di sekeliling kita?

Saya percaya kita akan menjadi orang yang
berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur
untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang
buruk.

kita bukanlah orang tanpa kekurangan, begitu pula
dengan pasangan kita,kita tidak bisa membentuknya
menjadi sosok tanpa cacat.. kita ingin menerima
setiap orang dalam hidup kita dengan segala
kekurangannya sebagaimana mereka menerima kita
dalam hidup mereka…

masa lalu adalah untuk dilupakan,tidak ada
kendaraan secanggih apapun yang mampu membawa kita
kembali kesana, jadi untuk apa mengungkitnya lagi?
syukuri yang anda peroleh sekarang…
lupakan yang telah lewat..
dan berbahagialah...

Kamis, 04 Maret 2010

PENGGUNAAN ENERGI DALAM BIDANG KESEHATAN

• Energi di bidang kesehatan digunakan untuk :
- diagnostik (menemukan penyakit lebih awal)
- terapi (memberi pengobatan)
• Alat bantu untuk diagnostik dan terapi menggunakan energi dalam bentuk :
- panas
- radiasi
- listrik
- bunyi
- dan lain-lain
• Sifat energi yang digunakan untuk pengobatan :
- Sifat mematikan
- Sifat menghambat pertumbuhan
- Sifat mengubah sifat genetika
- Sifat memberikan panas
PENGGUNAAN ENERGI PANAS UNTUK DIAGNOSTIK
TERMOGRAFI
• Termografi = alat diagnostik yang menggunakan energi panas (mendeteksi temperatur permukaan kulit) ---> memberikan gambaran termogram
• Ada 2 jenis : - Termografi dalam keseimbangan panas - Termografi dengan fotokonduktivitas infra merah
• Kulit ---> radiator infra merah yang efisien. Suhu di permukaan kulit dipengaruhi proses yang menimbulkan panas di jaringan bawah kulit : peradangan, gangguan sirkulasi darah, tumor aktif.
Termografi dengan prinsip keseimbangan panas
• Dibuat dari lempeng tipis nitrat sellulosa dan dilapisi dengan minyak tipis pengabsorbsi panas.
• Permukaan kulit yang telah mencapai keseimbangan panas --->warna pada suhu tertentu.
• Pada kulit normal --->hijau, bila suhu ¬ ---> terjadi perubahan warna film sellulosa dari coklat menjadi kemerah-merah.
Termografi dengan prinsip fotokonduktivitas
• Dengan menggunakan kamera infra merah, panas yang dipancarkan kulit berupa radiasi infra merah oleh susunan optis dijatuhkan ke detektor infra merah menjadi diskontinu.
• Oleh transduser infra merah diubah menjadi pulsa listrik kemudian diperkuat dengan amplifier kemudian ditampilkan gambar di layar Cathode Ray Tube (CRT).
• Untuk mendapatkan hanya berkas infra merah saja pada transduser dipakai filter transparan yang hanya melewatkan radiasi infra merah.
ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan termografi
1. Pakaian penderita harus dilepas sebelum termografi dilakukan
2. Penderita sebelumnya ditempatkan pada ruangan dengan suhu 21oC selama 15 menit. Tujuannya untuk adaptasi sebelum termografi dilakukan sehingga hasil termogram kontras
Gambaran termografi fotokonduktivitas infra merah
• Gambaran termogram permukaan tubuh dalam keadaan normal adalah simetris bagian kiri dan kanan.
• Gambaran termogram dapat berwarna hitam putih :
- daerah panas gambarnya putih - daerah dingin gambarnya hitam

• Termogram berwarna disertai dengan batang penunjuk suhu (temperature reference bar) terdapat pada bagian bawah layar CRT.
- batang penunjuk warna dingin : ungu pucat, hijau, biru muda
- batang penunjuk warna panas : merah, coklat, kuning, putih
• Warna biru pada 30oC dianggap temperatur normal maksimum sebagai petunjuk kalibrasi pada suhu lingkungan 21oC.
• Gambar rekaman termogram
Ungu pucat Hijau Biru muda Biru Merah Coklat Kuning Putih
27oC 28oC 29oC 30oC 31oC 32oC 33oC 34oC
Hubungan gambaran rekaman dengan daerah pancaran panas dalam tubuh
• Gambaran termogram yang menunjukkan pancaran panas lebih tinggi dari sekitarnya (normal) membantu untuk diagnostik.
• Contoh :
- Kanker payudara temperaturnya lebih tinggi dari jaringan sekitarnya 1oC.
- Kulit sekitar sendi yang menderita peradangan temperaturnya naik sampai 5oC.
• Gambaran termogram dapat menunjukkan lokasi daerah tubuh yang masih mempunyai sirkulasi darah yang baik à penting untuk amputasi.
• Dengan membuat termogram berurutan/berseri dapat dilihat kemajuan atau kemunduran pengobatan.
Penggunaan energi panas untuk pengobatan
• Energi panas bila mengenai salah satu bagian tubuh akan menaikan temperatur daerah tersebut.
• Efek panas tersebut dapat dilihat menurut :
a. Fisika ---> pemuaian ke segala arah
b. Kimia ---> kecepatan reaksi kimia akan meningkat karena reaksi oksidasi meningkat pada kenaikan temperatur. Permeabilitas membran sel akan meningkat sehingga terjadi peningkatan metabolisme jaringan ---> terjadi peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dan cairan tubuh.
c. Biologis ---> merupakan gabungan efek panas fisika dan kimia. Adanya peningkatan sel darah putih, pelebaran pembuluh darah ---> sirkulasi darah meningkat
• Metode yang dipakai untuk transfer energi panas untuk pengobatan :
a. Konduksi
b. Radiasi
c. Elektromagnetis
d. Gelombang ultrasonik

toxoplasma: penyakit infeksi disebabkan oleh parasit

Definisi dan Penyebab:
TOXOPLASMA itu bukan virus melainkan suatu protozoa ! Pada umumnya yang sebabkan penyakit adalah Toxoplasma Gondii, suatu protozoa intraseluler, protozoa ini banyak terdapat pada kucing dan anjing. Dilihat dari sejarahnya, Toxo adalah parasit protozoa bersel tunggal penyebab Toxoplasmosis. Virus ini pertama kali ditemukan dalam hewan pengerat di Afrika Utara yang disebut gondii oleh Charles Nicolle dan Lonis Manceaux di Laboartorium Institut Pasteur di Tunisia pada tahun 1908. Siklus hidup selengkapnya baru ditemukan pada tahun 1970 yakni ditemukannya siklus seksual pada kucing sebagai hospes tetapnya, sedangkan pada hospes perantara adalah berbagai jenis burung dan mamalia termasuk manusia.
Toksoplasma adalah penyakit yang diakibatkan oleh parasit Toksoplasma gondii, yang dapat ditularkan oleh kucing. Ternyata tak hanya kucing yang dapat menjadi dalang penyebaran penyakit toksoplasma. Toksoplasma dapat menyerang semua jenis satwa, termasuk burung, ikan, kelinci, anjing, babi, kambing dan mamalia lain, bahkan manusia. Parasit ini juga bisa terdapat pada daging setengah matang, telur setengah matang, buah-buahan atau sayuran yang tercemar tinja hewan peliharaan yang mengandung oosit toksoplasma, salah satu bentuk toksoplasma yang dapat menimbulkan infeksi. Toksoplasma dalam bentuk tachizoit terdapat dalam cairan tubuh seperti darah, air liur, dan cairan sperma, yang mampu ditularkan oleh serangga lewat gigitan. Tachizoit pun bisa bersarang di calon telur atau kelenjar susu sehingga tidak menutup kemungkinan telur dan air susu pun bisa tertular toksoplasma.
Gejala :
Pada dasarnya manusia resisten (kebal) terhadap infeksi toksoplasma. Walaupun terinfeksi (kuman masuk ke dalam tubuh), itu tidak menimbulkan gejala penyakit. Jika tubuh kuat, maka parasit yang diidap hanya diam tenang tidak menimbulkan gejala penyakit. Kista akan menimbulkan gejala sakit jika kondisi tubuh lemah, kekebalan tubuh menurun, kekurangan gizi, dan dalam keadaan stres. Kista pada jaringan tubuh dapat merusak organ. Toksoplasma pada bayi dapat menyebabkan kelainan pada saraf, mata, serta kelainan sistemik seperti pucat, kuning, demam, pembesaran hati dan limpa atau pendarahan. Gangguan fungsi saraf dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan psikomotor dalam bentuk retardasi mental (gangguan kecerdasan maupun keterlambatan perkembangan bicara), serta kejang dan kekakuan yang akhirnya menimbulkan keterlambatan perkembangan motorik. 80 - 90 % orang normal tidak menunjukkan gejala. hanya 10-20 persen menunjukkan gejala. Pada orang dewasa toksoplasma biasanya menimbulkan gejala berupa :
Rasa lelah
Flu
Nyeri kepala
Sakit tenggorokan
Demam
pembesaran kelenjar getah bening termasuk hati serta limpa,
gangguan pada kulit
Gejalanya biasanya ringan dan sembuh sendiri dalam beberapa bulan. kebanyakan orang akan menganggap bahwa dia terkena flu ringan dan tidak perlu pergi ke dokter. kalau toh pergi juga, dokter pun sangat jarang yang berpikir kearah infeksi toksoplasma. Sebenarnya Toxo bukanlah penyakit menular kepada pasangan, tetapi ia menular pada keturunan. Bisa jadi anak pertama dan kedua sehat, tetapi anak ketiga cacat atau mengalami Epilepsi dan autisme. Tetapi yang sering terjadi sesungguhnya jika dilakukan tes di laboratorium, baik anak pertama maupun anak kedua sesungguhnya turut terinfeksi.

Patogent:
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxo, Rubella, CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, **** dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.

Deteksi toxo:
Dengan melakukan tes laboratorium yang disebut TORCH. Yaitu pemeriksaan melalui 4 jenis tes, parasit TOxoplasma, virus Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan virus Herpes. Masing2 ada tes IgM dan IgG nya. Serum untuk mencari ada tidaknya IgG spesifik untuk parasit/virus TORCH. Bila hasilnya NEGATIF, berarti Anda tidak pernah terinfeksi TORCH. Bila POSITIF, berarti pernah terinfeksi. Note: (periksa Anti-Toxoplasma IgG, Anti-Rubella IgG, Anti-CMV IgG, Anti-HSV2 IgG). Tes IgG itu untuk meriksa apakah pada masa lalu si pasien pernah kena infeksi Bila IgG POSITIF
serum untuk mencari ada tidaknya IgG spesifik untuk parasit/virus TORCH. Bila hasilnya NEGATIF, berarti Anda tidak pernah terinfeksi TORCH. Bila POSITIF, berarti pernah terinfeksi. Note: (periksa Anti-Toxoplasma IgG, Anti-Rubella IgG, Anti-CMV IgG, Anti-HSV2 IgG). Tes IgG itu untuk meriksa apakah pada masa lalu si pasien pernah kena infeksi.
Bila IgG POSITIF

EPIDEMIOLOGI “TOXOPLASMA GONDII”
I. PENDAHULUAN
Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi protozoa yang ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan oleh kucing ini mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang. Di Indonesia faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi lingkungan dan banyaknya sumber penularan (Sasmita dkk, 1988).Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang menghasilkandaging bagi konsumsi manusia (Konishi dkk, 1987). Infeksi yang disebabkan oleh T. gondii tersebar di seluruh dunia, pada hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif (WHO, 1979). Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung asimtomatis, meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit parasite yang diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah, tetapi beberapa penelitiantelah dilakukan di beberapa tempat untuk mengetahui derajat distribusi dan prevalensinya. Indonesia sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa factor seperti sanitasi lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Felidae) (Adyatma, 1980 ; Levine, 1990). Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat (Aquired toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak dalam kandungan (Congenital toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi penyakit ini. Protozoa ini hidup dalam sel epitel usus muda hospes definitif, sedangkan ookistanya dikeluarkan bersama tinjanya. Penularan parasit ini terjadi dengan tertelannya ookista dan kista jaringan dalam daging mentah atau kurang matang serta transplasental pada waktu janin dalam kandungan. Diagnosis infeksi protozoa ini dilakukan dengan mendapatkan antibodi IgM dan IgG anti T. gondii dalam tes serologi (WHO, 1979 ; Zaman dan Keong, 1988). Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam segala macam sel jaringan tubuh kecuali sel darah merah. Tetapi pada umumnya parasit ini ditemukan dalam sel retikulo endotelial dan sistem syaraf pusat (Remington dan Desmonts, 1983). Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, dalam makalah ini penulis mencoba menguraikan dan menginformasikan mengenai Epidemiologi Toxoplasma gondii.
II. SEJARAH .
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan Manceaux tahun
1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus gundi di Tunisia Afrika dan
pada seekor kelinci di Brazil. Lebih lanjut Mello pada tahun 1908 melaporkan
protozoa yang sama pada anjing di Italia, sedangkan Janku pada tahun 1923
menemukan protozoa tersebut pada penderita korioretinitis dan oleh Wolf pada
tahun 1937 telah di isolasinya dari neonatus dengan ensefalitis dan dinyatakan
sebagai penyebab infeksi kongenital pada anak. Walaupun perpindahan intra-uterin
secara transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup
parasit ini menjadi jelas ketika ditemukan daur seksualnya pacta kucing (Hutchison,
1970).
Menurut Brotowidjoyo (1987), pada tahun 1969 posisi T. gondii dalam
klasifikasi masih belum pasti, namun pada tahun 1970 dapat ditetapkan bahwa T.
gondii termasuk kelas Sporozoa yang mirip dengan Isospora.
Pada tahun 1970, ditemukan secara serentak di beberapa negara bahwa T.
gondii ternyata memproduksi ookista di dalam tubuh kucing yang tidak dapat
dibedakan dengan suatu ookista yang kemudian disebut Isospora bigemina. Dengan
kata lain, ookista ini berisi dua sporokista yang masing-masing berisi empat
sporozoit (Levine, 1990).
Di Indonesia toksoplasmosis mulai diteliti pakar ilmu kesehatan pada tahun
1972 baik pada manusia ataupun pada hewan (Sasmita, 1989).
III. MORFOLOGI DAN KLASIFlKASI
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam
tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista
(berisi sporozoit) (WHO, 79, Frenkel,1989, Sardjono dkk., 1989).
Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung
lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai
selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain
seperti mitokondria dan badan golgi (Levine, 1990). Tidak mempunyai kinetoplas
dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes
perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagal hospes
definitif. Takizoit ditemuKan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh.
Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti (gambar 1).
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya
berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000
bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di
otak, otot jantung, dan otot bergaris (Krahenbuhl dan Remington, 1982).



Gambar 1. Takizoit Toxoplasma gondii (Frenkel, 1989)
Keterangan: A. takizoit dalam sel mononuklear besar
B. takizoit bebas dalam darah
Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista
mengikuti bentuk sel otot. Kista ini merupakan stadium istirahat dari T. gondii.
Menurut Levine (1990), pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan
organ tubuh dan terutama di otak.
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas.
Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x
2 mikron dan sebuah benda residu (Frenkel, 1989 ; Levine, 1990).
Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena
berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian
(Levine, 1990). Menurut Levine (1990) klasifikasi parasit sebagai berikut :
D u n i a : Animalia
Sub Dunia : Protozoa
F i l u m : Apicomplexa
K e l a s : Sporozoasida
Sub Kelas : coccidiasina
B a n g s a : Eucoccidiorida
Sub Bangsa : Eimeriorina
S u k u : Sarcocystidae
M a r g a : Toxoplasma
J e n is : Toxoplasma gondii.
IV. DAUR HIDUP
Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif dari T. gondii. Di
dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi
trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon
matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual ini
dilanjutkan dengan daur seksual. Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan
membentuk makrogametosit dan mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan
mikrogamet (gametogoni). Setelah terjadi pembuahan terbentuk ookista, yang akan
dikeluarkan bersama tinja kucing. Di luar tubuh kucing, ookista tersebut akan
berkembang membentuk dua sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit
(sporogoni) (Krahenbuhl dan Remington, 1982). Bila ookista tertelan oleh mamalia
seperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam tubuh
hospes perantara akan terjadi daur aseksual yang menghasilkan takizoit. Takizoit
akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur
kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista
biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi
maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi.
Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista T. gondii, maka masa
prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa
prepatennya 20 -24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista
dari pada oleh ookista (Cox, 1982 ; Levine, 1990)
(gambar 2)

Gambar 2. Daur hidup Toxoplasma gondii, sumber infeksi pada manusia (frenkel,
1989)
V. CARA INFEKSI DAN GEJALA KLINIS
Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara yaitu makan
daging mentah atau kurang rnasak yang mengandung kista T. gondii, ternakan atau
tertelan bentuk ookista dari tinja kucing, rnisalnya bersarna buah-buahan dan sayursayuran
yang terkontaminasi. Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ
tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah
terinfeksi T. gondii. Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan
alat laboratoriurn lain yang terkontaminasi oleh T. gondii. Infeksi kongenital. terjadi
intra uterin melalui plasenta (WHO, 1979 ; Levine, 1990).
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang
terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan
jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan
diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit
mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua
setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan rase kronik, terbentuk kista-kista
yang menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal. Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan
toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital
sebagian besar asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain.Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital.
Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun anak-anak umumnya ringan.
Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalah
limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala (Zaman dan Keong,1988).
Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjer getah bening
daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia,
malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam
makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam titus, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial.Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrade sabin yang disertai kelainan psikomotorik (Zaman dan Keong, 1988). Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ penting dan juga pada sistem syaraf penderita. Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital. Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi bermacam-macam jenisnya. Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata. Infeksi T. gondii pada individu dengan imunodefisiensi menyebabkan manifestasi penyakit dari tingkat ringan, sedang sampai berat, tergantung kepada derajat imunodefisiensinya (Cornain dkk., 1990). Menurut Gandahusada dkk.,(1992), pada penderita imunodefisiensi, infeksi T. gondii menjadi nyata, misalnya pada penderita karsinoma, leukemia atau penyakit lain yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis tinggi atau radiasi. Gejala yang timbul biasanya demam tinggi, disertai gejala susunan syaraf pusat karena adanya ensefalitis difus. Gejala klinis yang berat ini mungkin disebabkan oleh eksaserbasi akut dari infeksi yang terjadi sebelumnya atau akibat infeksi baru yang menunjukkan gejala klinis yang dramatis karena adanya imuno-defisiensi. Pada penderita AIDS, infeksi T. gondii sering menyebabkan ensefalitis dan kematian. Sebagian besar penderita AIDS dengan ensefalitis akibat T. gondii tidakmenunjukkan pembentukan antibodi dalam serum (cornain dkk., 1990).
VI. EPIDEMIOLOGI
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi, di mana ada
kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang
infektif dan dapat menular pacta manusia atau hewan lain.
Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2
minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai
lebih dari satu tahun. sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan
tanah kering dapat memperpendek hidupnya. Bila di sekitar rumah tidak ada tanah,
kucing akan berdefekasi di lantai atau tempat lain, di mana ookista bisa hidup cukup
lama bila tempat tersebut lembab. Cacing tanah mencampur ookista dengan tanah,
kecoa dan lalat dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari
tanah atau lantai ke makanan. Di Indonesia tanah yang mengandung ookista
Toxoplasma belum diselidiki (Gandahusada, 1988).
Ookista ini dapat hidup lebih dari satu tahun di tanah yang lembab. Bila
ookista tertelan oleh tikus, tikus terinfeksi dan akan terbentuk kista dalam otot dan
otaknya. Bila tikus dimakan oleh kucing, maka kucing akan tertular lagi. Bila ookista
ini tertelan oleh manusia atau hewan lain, maka akan terjadi infeksi. Misalnya
kambing, sapi dan kuda pemakan rumput yang mungkin tercemar tinja kucing yang
mengandung ookista, dapat terinfeksi. Juga ayam dan burung yang mencari makan
di tanah (misal cacing tanah) juga dapat terinfeksi. Manusia juga dapat terinfeksi.
Manusia juga dapat tertular dengan ookista di tanah, misalnya bila makan sayursayuran
mentah yang tercemar tinja kuning, atau setelah berkebun lupa mencuci
tangan sewaktu mau makan. Anak balita yang bermain di tanah juga dapat terinfeksi
oleh ookista.
Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia,
termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari
penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang
menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalammasa hidupnya (Levin, 1990).
Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat
dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan,
mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang
menangani dagig mentah seperti juru masak (Konishi dkk., 1987).
Krista T,gondii dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -40C sampai
tiga minggu. Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu -
150C selama tiga hari dan pada suhu -200C selama dua hari. Daging dapat menjadi
hangat pada semua bagian dengan suhu 650C selama empat sampai lima menit atau
lebih maka secara keseluruhan daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga
hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat (WHO, 1979).
Konsumsi daging mentah atau daging yang kurang masak merupakan sumber
infeksi pada manusia (WHO, 1979; Jawetz dkk., 1986; Volk dan Wheeler, 1989).
Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada
waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii.
Menurut Konishi dkk. (1987), jalur alami dari infeksi T. gondii pada manusia
telah difokuskan pada tertelannya ookista dan kista parasit ini secara tidak sengaja,
kecuali perpindahan secara kongenital. Pentingnya peranan kista dalam perpindahan
tersebut dapat diabaikan, sesuai dengan rendahnya tingkat prevalensi pada hewanhewan
potong atau hewan pedaging, maka ookistanya dapat menjadi sumber utama
bagi infeksi pada manusia.
Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti
pada ketinggian yang berbeda di daerah rendah prevalensi zat anti lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi di
daerah tropik.
Pada umumnya prevalensi zat anti T. gondii yang positif meningkat sesuai
dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.
Pada manusia prevalensi zat anti T. gondii yang di periksa dengan tes warna
di berbagai negara adalah: USA 13-68 %, Austria 7-62 %, El Salvador 40-93 %,
Finlandia 7-35 %, Inggris 8-25 %, Paris 33-87 %, Tahiti 45-77 % (Remington dan
© 2003 Digitized by USU digital library 7
Desmonts, 1982 cite Gandahusada, 1994). Di Jepang 59-78 % pada pekerja rumah
potong hewan dan 21,7 % pada populasi penduduk dengan umur sama (Konishi,
1986 ; Takahashi dan Konishi, 1986). Di berbagai negara toksoplasmosis kongenital
terdapat pada 0,25-7 % dari setiap 1000 kelahiran hidup.
Selanjutnya Konishi (1986), mengatakan di Jepang terdapat prevalensi zat
anti T. gondii pada babi 0,33 %, dan pada sapi 1,33 %. Penelitian Frenkel dkk.
(1995) di Panama City, didapatkan bahwa anjing sebagai sumber infeksi
mendapatkan infeksi dari makan tinja kucing atau bergulingan pada tanah yang
mengandung tinja kucing, yang merupakan instrumen penyebaran secara mekanis
dari infeksi T. gondii. Lalat dan kecoa secara praktis juga penting dalam
penyebarannya.
Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai
berikut: kucing 35-73 %, babi 11-36 %, kambing 11-61 %, anjing 75 % dan pada
ternak lain kurang dari 10 % (Gandahusada, 1995).
Prevalensi zat anti T. gondii yang positif pada manusia di Indonesia berkisar
antara 2-63 %. Pada tahun 1964, de Roever-Bonnet dkk. menemukan 24 % dari
penduduk pribumi berumur 10-50 tahun di Irian Jaya, seropositif bila titer "dye test"
> 1 : 4 dianggap sebagai batas positif. Pada penelitian Clarke dkk.(1973) dan Durfee
(1976) digunakan titer IRA > 1 : 16 dan 1 : 32 sebagai batas positif dan didapatkan
prevalensi 51 % di Jawa Barat, 20 % di Jawa Tengah dan 31 % di Kalimantan
Selatan. Pada uji lain dengan uji IFA van der Veen dkk. (1974) melaporkan
prevalensi 63 % di Surabaya, bila titer> 1 : 32 dianggap sebagai batas positif.
Dengan dipakainya titer> 1 : 32 atau lebih rendah sebagai batas positif, maka
didapatkan prevalensi yang lebih tinggi, yaitu sampai 63 %.
Pada penelitian selanjutnya, titer IRA >.1 : 256 ditentukan sebagai batas
positif, karena titer ini menunjukan pemaparan yang baru terjadi. Kemudian
dilaporkan prevalensi dari berbagai daerah yang lebih rendah yaitu: Surabaya, Jawa
Timur 8,9 % (Yamamoto dkk. 1970); Lembah Lindu, Sulawesi Tengah 7,9% (Clarke
dkk. 1975) : Lembah Palu, Sulawesi Tengah 16 % (Cross dkk. 1975a); Boyolali,
Jawa Tengah 2 % (Cross dkk. 1975b); Sumatera Utara 9 % (Cross dkk. 1975c);
Kalimantan Barat 3 % (Cross dkk. 1975d); Jakarta 10 % pada mahasiswa
Universitas Swasta (partono & Cross, 1975); 12,5 % dari 184 mahasiswa dan 96
orang karyawan Universitas Indonesia (Gandahusada, 1978); Obano, Irian Jaya,
34,6 % (Gandahusada dan Endardjo, 1980) dan Menado, Sulawesi Utara 60 %
(Kapojos, 1988) dengan titer IHA > 1 : 128 sebagai batas positif, seperti terlihat
pada tabel 1.
Prevalensi toksoplasmosis pada berbagai kelompok etnik telah diteliti dan
dilaporkan, 18 % pada mahasiswa pribumi dan 7 % pada mahasiswa keturunan Cina
(partono dan Cross, 1975). Dan pada penelitian lain Gandahusada (1978) prevalensi
adalah 14,3 % pada kelompok pribumi dan 2,3 % pada kelompok keturunan Cina.
Prevalensi zat anti T. gondii pada wanita hamil di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta adalah 14,3 % (Sayogo dkk, 1980) dan angka seropositif
pada 50 kasus abortus di Bagian Obgin adalah 67,8 % (Samil, 1988). Pada tahun
1985, 810 serum wanita diperiksa terhadap antibodi Toxoplasma, yang terdiri dari
288 serum dari wanita yang tidak pernah abortus atau kematian janin dalam
kandungan, 409 serum wanita dengan abortus habitualis atau sporadik dan 145
serum wanita dengan riwayat kematian janin dalam kandungan. Dua puluh empat
dari 409 wanita dengan riwayat abortus juga mengalami kematian janin dalam
kandungan. Titer IHA > 1 : 4 ditemukan pada 71,8 % (dari 288) wanita yang tidak
pernah abortus, 67,8 % (84) wanita mengalami keguguran satu kali, 74,3 % (156)
dengan keguguran lebih dari satu kali, 76 % (57) dengan abortus habitualis, 72,7 %
(483) yang tidak pernah kematian janin dalam kandungan dan 70,4 % (102) dengan
riwayat kematian janin dalam kandungan. Angka seropositif antibodi Toxoplasnla
© 2003 Digitized by USU digital library 8
pada berbagai kelompok wanita yang diperiksa tidak dapat ditemukan perbedaan
yang bermakna. Pada orang dewasa dan anak-anak dengan retinokoroiditis,
prevalensi antibodi adalah 60 %, sedangkan pada pasien dengan penyakit mata lain
prevalensi 17 % (Ganda-husada, 1995).
Angka prevalensi toksoplasmosis kongenital pada bayi baru lahir belum ada,
namun kasus toksoplasmosis kongenital telah banyak dilaporkan di Indonesia.
Partono dan Cross (1976) melaporkan kasus kebutaan pada anak umur 18 bulan
dengan titer IFA 1 : 1024. Said dkk. (1978) melaporkan kasus toksoplasmosis
kongenital pada bayi berumur 13 bulan dan 6,5 bulan dengan retardasi mental dan
motorik serta kelainan mata, kalsifikasi serebral dan titer IHA dan IFA tinggi.
Antibodi T. gondii ditemukan pada 7 (10,6%) dari 66 anak hidrosefalus di
Jakarta, yang berumur antara 1 hari sampai 12 tahun, dengan titer IHA > 1 : 256
(Gandahusada dan Mahjuddin, 1981). Dari 99 bayi dengan cacat kongenital,
berumur antara 1 hari sampai 6 bulan ternyata 18,2 % menderita toksoplasmosis
kongenital dengan ditemukan IgM, titer IgG yang meningkat atau tetap tinggi, dan
dengan ditemukan parasit pada autopsi (Gandahusada, 1988). Lazuardi dkk. (1989)
melaporkan antibodi T. go'ndii pada 44.6 % anak dengan retardasi mental, 44,6 %
pada anak dengan lesi mata dan 9,5% pada anak dengan gejala umum. Widyantoro
(1989) menemukan 7 kasus toksoplasmosis kongenital pada 18 bayi yang ibunya
mempunyai titer IgG tinggi; dua anak hidrosefalus dan mikro sefalus dengan titer
IgG dan IgM positif (ELISA); 2 bayi prematur, seorang dengan IgM positif, yang lain
IgG positif pada waktu lahir dan pada usia 6 bulan; 3 bayi yang klinis normal dengan
titer IgG positif pada waktu lahir dan pada usia 6 bulan serta titer IgM positif pada
satu bayi.
Pencegahan Kucing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta juta ookista dalam
tinjanya, yang dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan
lembab. Untuk mencegah hal ini, maka dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing,
yaitu dengan memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus
atau burung. Bila kucing diberikan monensin 200 mg/kg melalui makanannya, maka
kucing tersebut tidak akan mengeluarkan ookista bersama tinjanya, tetapi ini hanya
dapat digunakan untuk kucing peliharaan (Frenkel dan Smith, 1982). Untuk
mencegah terjadinya infeksi dengan ookista yang berada di dalam tanah, dapat
diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan
iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70oC yang disiramkan pada tinja kucing
(Remington & Desmont, 1982 ; Siegmund, 1979).
Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang emar berkebun, juga
petani sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. Sayur
mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan
ookista melekat pada sayuran, makanan yang matang harus di tutup rapat supaya
tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing
ke makanan tersebut.
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam)
sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66 0C atau
mengasap dan sampai matang sebelum dimakan. Ibu yang memasak, jangan
mencicipi hidangan daging yang belum matang. Setelah memegang daging mentah
(tukang jagal, penjual daging, tukang masak) sebaiknya cuci tangan dengan sabun
sampai bersih. Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis
kongenital, karena anak yang lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan
motorik, merupakan beban masyarakat. Pencegahan dengan tindakan abortus
artefisial yang dilakukan selambatnya sampai kehamilan 21-24 minggu, mengurangi
kejadian toksoplasmosis kongenital kurang dari 50 %, karena lebih dari 50 %
© 2003 Digitized by USU digital library 9
toksoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi primer pada trimester terakhir
kehamilan (Wilson dan Remington, 1980).
Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang diduga
menderita infeksi primer dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan dengan
spiramisin.
Vaksin untuk mencegah infeksi toksoplasmosis pada manusia belum tersedia
sampai saat ini.
VII. D I S K U S I
Pada beberapa penelitian yang dibahas, tampak angka seropositif yang lebih
rendah pada ketinggian daerah yang lebih tinggi. Keadaan ini juga dilaporkan dari
Amerika Tengah dan Selatan (Remington & Desmonts, 1982). Angka seropositif 2 %
ditemukan pada beberapa desa yang terletak pada ketinggian 900 sampai 1900
meter di atas permukaan laut di kaki gunung Merapi dan Merbabu, daerah Boyolali,
Jawa Tengah (Cross dkk. 1975b). Angka prevalensi yang rendah juga ditemukan di
Sumatera Utara (9%) (Cross dkk. 1975c) dan Kalimantan Barat (3%) (Cross dkk.
1975d). Desa-desa di daerah ini letaknya lebih tinggi daripada daerah-daerah
dengan prevalensi lebih tinggi. Wallace dkk. (1979) menemukan angka kurang dari
2% di Danau Plain, Dataran Tinggi Sentral di Nugini dan angka setinggi 14 -34 % di
Dataran Tinggi Timur dan Pulau Rossel. Angka prevalensi yang rendah ditemukan di
daerah di mana tidak ada kucing, dan angka yang lebih tinggi ditemukan di daerah di
mana ada banyak kucing. Di Obano yang letaknya pada ketinggian 1745 -2100
meter di atas permukaan laut, angka prevalensi adalah 34,6%. Di daerah ini tidak
ditemukan kucing, tetapi sumber infeksi toksoplasmosis adalah daging babi mentah
atau kurang matang. Dari observasi ini dapat disimpulkan, bahwa tidak ada korelasi
antara prevalensi antibodi Toxoplasma dan ketinggian tempat, tetapi ada korelasi
antara Toxoplasma dengan adanya kucing atau kebiasaan makan daging mentah
atau kurang matang di daerah tersebut di atas.
Prevalensi antibodi Toxoplasma lebih rendah pada mahasiswa keturunan Cina
daripada mahasiswa pribumi di Jakarta. Prevalensi yang lebih rendah pada kelompok
Cina daripada kelompok etnik lainnya juga ditemukan di Singapura (Zaman & Goh,
1969), Taiwan (Tsai & Cross, 1972 ; Durfee dkk. 1975); Malaysia (Tan & Zaman,
1973) dan Canada (Seah, 1974). Akan tetapi Wallace dkk (1974) melaporkan angka
prevalensi 86 % pada orang cina di Tahiti, dibandingkan 70 % pada orang Tahiti.
Prevalensi antibodi Toxoplasma yang rendah pada orang cina di Asia Tenggara sukar
dijelaskan. Pada penelitian di Jakarta tidak ditemukan korelasi antara titer posititf
dan memelihara kucing atau makan daging mentah atau kurang matang, alasan
perbedaan ini tidak dapat dipastikan.
Penelitian pada wanita dengan dan tanpa riwayat abortus habitualis atau
sporadik dan kematian janin dalam kandungan, tidak menunjukkan perbedaan
bermakna pada angka seropositif. Hasil yang sama juga dilaporkan pada 25 kasus
abortus oleh Southern (1972), 73 kasus abortus habitualis oleh Kimball dkk (1971),
serta 46 kasus abortus habitualis dan 61 abortus sporadik oleh Stray-Pedersen dkk.
(1977). Namun pada penelitian lain dinyatakan adanya hubungan sebab akibat
antara infeksi Toxoplasma, abortus dan lahir mati. Karena hasil yang berbeda-beda
pada berbagai penelitian, maka Remington & Desmonts (1982) menyarankan supaya
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Berbagai survey serologik telah dilakukan untuk toksoplasmosis kongenital,
yang menunjukkan pentingnya infeksi ini dan mengkonfirmasi tingginya angka
prevalensi infeksi Toxoplasma di Indonesia. Dalam pemberantasan penyakit menular
toksoplasmosis belum masuk dalam program utama pemberantasan penyakit ini
untuk seluruh Indonesia, walaupun penanggulangannya perlu dirintis secepatnya,
terutama untuk menurunkan angka kematian bayi.
© 2003 Digitized by USU digital library 10
Untuk menanggulangi infeksi Toxoplasma yang menyebabkan abortus,
kelahiran mati dan kelahiran anak cacat kongenital, perlu dibuat diagnosis dini pada
wanita hamil dan bayi yang baru dilahirkan, supaya dapat diberi pengobatan sedini
mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut pada janin dan bayi.
VIII. KESIMPULAN
Prevalensi zat anti Toxoplasma gondii di Indonesia pada manusia adalah 2-63
%, pada kucing 35-73 %, babi 11-36 %, kambing 11-61 %, anjing 75 % dan pada
ternak lain kurang dari 10 %.
Prevalensi zat anti Toxoplasma gondii tergantung pada ada tidaknya kucing di
suatu daerah dan pada kebiasaan makan daging kurang matang.
Daging ternak dan ayam/burung serta tanah yang tercemar tinja kucing
merupakan sumber infeksi.
Dalam pencegahan infeksi Toxoplasma gondii, anjing dan kucing kesayangan
tidak perlu disingkirkan dari rumah, tetapi perlu diperhatikan bahwa tinja kucing
tidak mencemari makanan dan tangan kita. Tindakan pencegahan infeksi
Toxoplasma gondii antara lain adalah :
- jangan makan daging mentah atau kurang matang
- mencuci tangan setelah memegang daging mentah
- mencuci alat dapur bekas daging mentah
- tidak makan sayuran mentah sebagai lalap
- mencuci tangan setelah berkebun atau memegang kucing
- mencegah lalat dan kecoa menghinggapi makanan.
Tabel: Survey Serologika terhadap antibodi Toxoplasma di Indonesia
Daerah Peneliti Uji Hasil (+) Hasil (%)
Irian Jaya (Wamena,
Merauke
De Roever-Bonnet dkk,
1964
DT ≥ 1 : 4 24
Jawa Barat (Kresek) Clarke dkk, 1973a IHA ≥ 1 : 32 51
Jawa Tengah
(Yogyakarta)
Clarke dkk, 1973b IHA ≥ 1 : 32 20
Kalimantan Selatan Durfee dkk, 1976 IHA ≥ 1 : 16 31
Jawa Timur
(Surabaya)
Van der Veen dkk, 1974 IFA ≥ 1 : 32 63
Jawa Timur
(Surabaya)
Yamamoto dkk, 1970 HA ≥ 1 : 256 8,9
Sul-Tengah (Lembah
Lindu)
Clarke dkk, 1975 IHA ≥ 1 : 256 7,9
Sul-Tengah (Lembah
Palu)
Cross dkk, 1975a IHA ≥ 1 : 256 16
Jawa Tengan
(Boyolali)
Cross dkk, 1975b IHA ≥ 1 : 256 2
Sumatera Utara Cross dkk, 1975c IHA ≥ 1 : 256 9
Kal-Barat Cross dkk, 1975d IHA ≥ 1 : 256 3
Jakarta Partono and Cross,
1975
IHA ≥ 1 : 256 10
Jakarta Gandahusada, 1978 IHA ≥ 1 : 256 12,5
Irian Jaya (Obano) Gandahusada dan
Endardjo, 1980
IHA ≥ 1 : 256 34,6
Sul-Utara Kapojos, 1988 IHA ≥ 1 : 128 60
© 2003 Digitized by USU digital library 11
DAFTAR PUSTAKA
Adyatma, 1980. Kebijaksanaan Pemberantasan Penyakit Parasit di Indonesia. Cermin
Dunia Kedokteran, 1-4.
Brotowidjoyo, M.D., 1987. : parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press, Jakarta.
Clarke, M.D ; J.H Cross; J.J Gunning; R.D Reynolds; S. Oemijati ; Partono F. ;
Hudoyo and Hadi., 1973. Human malaria and intestinal parasites in Kresek,
West Java, Indonesia with a cursory serological survey for toxoplasmosis and
amoebiasis. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Health. 4(1): 32-36.
Clarke, M.D ; J.H Cross; W.P Carney; P. Hadijaya; A. Yusuf ; J. Putrali and S.
Oemijati. 1975. Serological Study of Amoebiasis and Toxoplasmosis in the
Lindu Valley, Central Sulawesi, Indonesia. Trop.Geogr.Med., 27:274.
Cross J.H ; M.D Clarke; W.P Carney; J. Putrali ; A. Yusuf; H. Sajidiman ; F. Partono ;
Hudoyo and S. Oemijati., 1975a. Parasitological survey inthe Palu Valley
Central Sulawesi (Celebes), Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub.
Hlth., 6:366.
Cross J.H ; Irving G.S and Gunawan S., 1975b.: The prevalence of Entamoeba
histolytica and Toxoplasma gondii antibodies in Central Java. Indonesia.
Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Health. 6(4): 467-471.
Cross J.H ; M.D Clarke; W.C Cole, et.al. 1975c. Parasitology survey: in North
Sumatera, Indonesia. Am. J. Trop. Med Hyg., 79: 123.
Cross J.H ; M.D Clarke; W.C Cole, et.al. 1975d. Parasitic infections in humans in
West Kalimantan (Borneo). Indonesia. Trop. Geogr. Med., 28: 121.
Cox, F.E.G., 1982. : Immunology. In: Modern Parasitology. A Text Book of
Parasitology. Blackwell Scientific, Publications, London. (p.173). .
Cornain, S ; Suryana E.J ; Sugiharto. ; Jacoeb T.Z ; Rahman, I.A; Lubis, N.S dan
Gusniarti, N., 1990. : Aspek Imunologi dan Pendekatan Imunoterapi pada
Infeksi Toxoplasma. Kumpulan Makalah Simposium Toxoplasmosis. Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta.
Durfee P.T ; H.T Sung; C.H Ma ; C.S Tsai ; J.H Cross. 1975. Serologic study of
toxoplasmosis in Taiwan. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Hlth., 6: 170-